Rabu, 15 Februari 2012

Implikasi Paedagogis Al-Qur’an Surat Al-An’am Ayat 54 Tentang Sifat-sifat Pendidik. (Analisis Ilmu Pendidikan Islam)

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. yang mengandung petunjuk-petunjuk bagi umat manusia. Al-Qur’an diturunkan untuk menjadi pegangan bagi mereka, yang ingin mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Al-Qur’an tidak diturunkan hanya untuk satu umat atau untuk suatu abad, tetapi untuk seluruh umat manusia dan untuk sepanjang masa, karena itu luas ajaran-ajarannya adalah sama dengan luas umat manusia.
Ajaran-ajarannya begitu luas serta ditujukan kepada umat manusia perikehidupan yang bagaimanapun juga, kepada kaum yang masih dalam keadaan primitif, maupun kepada kaum yang telah mencapai peradaban dan kebudayaan yang tinggi, bagi orang yang kaya maupun orang miskin, yang pandai maupun yang bodoh.
Quraisy Shihab (1999:172) mengatakan bahwa Al-Qur’an telah mengintroduksikan dirinya sebagai pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Petunjuk-petunjuk itu bertujuan memberi kesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia, baik secara pribadi maupun kelompok, dan karena itu ditemukan petunjuk-petunjuk bagi manusia dalam kedua bentuk tersebut.
Dengan demikian selayaknya bahkan keharusan bagi umat Islam untuk selalu berpegang kepada Al-Qur’an. Barang siapa diantar mereka yang berpegang pada  Al-Qur’an, maka kehidupannya tidak akan sesat,  sebagaimana  hadits Nabi
sebagai berikut :
عن كثـيربن عبـد الله عن أبيه عن جـده رضي الله عنه قال : قال رسـول الله صلى الله عليه وسـلم : تركت فيـكم أمرين لن تضلوا ماتمسـكتم بهما كتاب الله وسـنّة رسـوله.  (رواه عبد البر )
"Dari Katsir bin Abdillah, dari ayahku, dari kakeknya r.a., belaiu berkata : Rasulullah saw, bersabda : “Saya telah meninggalkan kepada kalian duau perkara. Kalian tidak akan sesat, selama kalian berpegang teguh pada keduanya yaitu : Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Barri). (Abu Bakar Muhammad, 1997:xiv)

Dengan sengkat kata Al-Qur’an ditujukan bagi semua lapisan masyarakat meliputi segala lapangan kegiatan manusia, termasuk di dalamnya adalah masalah yang berkenaan dengan pendidikan dan lapangan pendidikan.
Pendidikan tercipta bilamana lengkap dengan segala sesuatu yang mendukungnya. Pendidik, peserta didik, kurikulum adalah salah satunya dari berbagai komponen-komponen pendidikan.
Pendidik, yang masyhur dengan sebutan guru, merupakan bagian yang terpenting dalam sebuah pendidikan, bagaimana bisa terciptanya pendidikan bilamana tak ada pendidik atau guru. Karena dalam pendidikan, seseorang bisa disebut pendidik bilamana ada peserta didiknya, dan demikianpun sebaliknya seseorang bisa disebut peserta didik bilamana ada yang mendidiknya.
Nana Sudjana (1995:12) mengatakan bahwa kehadiran guru dalam proses pendidikan atau pengajaran  masih  tetap memegang peranan penting. Peranan penting guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh  mesin, radio, tape recorder ataupun  oleh komputer yang canggih sekalipun. Masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain yang telah diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Disinilah kelebihan manusia dalam hal ini guru dari alat-alat atau teknologi yang diciptakan manusia untuk membantu dan mempermudah kehidupannya.
Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan  memikul  sebagian tanggung jawab pendidikan yang tepikul di pundak para orang tua. Mereka ini, tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itupun menunjukan pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru/sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjabat guru (Zakiyah Darajat, dkk, 1996:39).
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik di sekolah, guru menempati posisi yang sangat strategis dalam mengembangkan potensi peserta didik sebagai sumber daya manusia. Dikatakan demikian karena peserta didik sedang ada pada masa pembentukan kepribadian yang menentukan bagi perkembangan selanjutnya.
Mengingat peranan yang begitu penting, maka guru dituntut agar memiliki kemampuan yang memadai melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik, baik yang menyangkut kemampuan membimbing maupun melatih peserta didik. Dengan kemampuan itu, pendidik dapat membantu peserta didik lebih baik dalam mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual (Syamsu Yusup, 1993:1).
Zakiyah Darajat(1996:42) mengatakan bahwa budi pekerti sangat penting
dalam pendidikan watak murid, menjadi suri tauladan, karena anak-anak suka meniru apa yang dilihat. Dan antara  tujuan pendidikan adalah membentuk akhlak baik pada anak, dan ini hanya jika guru berakhlak baik pula.
Disamping itu, pendidikan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembinaan akhlak seseorang, karena pendidikan turut mematangkan kepribadian seseorang sehingga tingkah lakunya sesuai pendidikan yang diterimanya. Berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran yang disampaikan sangat bergantung pada proses belajar siswa selaku peserta didik. Salah satu ciri dari hasil belajar itu ditandai dengan adanya perubahan-perubahan tingkah laku yang salah satunya dimanifestasikan dalam bentuk budi pekerti atau akhlak (Usman Effendi dan Juhayqa S. Oraja, 1959:11).
Setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan kuat. Dengan demikian pendidikan Islam yang merupakan usaha untuk membentuk manusia, harus mempunyai landasan ke mana semua kegiatan dan semua perumusan tujuan pendidikan Islam yang dihubungkan. Zakiyah Darajat (1996:19) mengatakan landasan itu terdiri dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, al-masalah, al-mursalah, istihsan, qiyas dan sebagainya.
Sebagaiman dokemukakan di awal, bahwa Al-Qur’an merupakan peninggalan yang diamanatkan oleh Nabi kepada manusia untuk selalu berpegang kepadanya. Dengan berpegang pada Al-Qur’an dijamin hidup tidak akan sesat, di dalam   Al-Qur’an    terdapat   banyak   ajaran    yang   berisi   prinsif-prinsif  yang
berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu, baik yang menyangkut masalah metode, materi, kurikulum dan sebagainya. Salah satu contoh adalah QS. Lukman ayat 12 yang menurut para pemikir Islam berisikan tentang materi pendidikan.
Dari sekian banyak ayat Al-Qur’an, penulis ingin meneliti salah satu ayat, yang menurut hemat dan pandangan subyektif penulis dan kaitannya dengan masalah pendidikan yaitu surat Al-An’am ayat 54 yang artinya :
Apabila Orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami itu datang kepadamu maka katakanlah salamun-alaikum Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasannya barang siapa yang berbuat kejahatan diantara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakan dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha pengempun lagi Maha Penyayang. (R.H.A Soenarjo, dkk, 1990:195)

Dalam salah satu Asbab an-Nuzul, disebutkan bahwa ayat ini diturunkan sebagai teguran kepada Nabi ketika beliau enggan menerima/tidak mempedulikan orang yang pernah berdosa dan ingin memperbaikinya. Lalu Allah SWT memerintahkan Nabi untuk mengatakan kepada mereka Salamun’alaikum, dan ditambah pula dengan pembicaraan bahwa Allah mewajibkan atas dirinya kasih sayang, barang siapa yang berdosa karena ketidak tahuan kemudian ia bertaubat dan berbuat baik, makak Allah SWT Maha pengampun lagi Maha Penyayang. (Wahbah al-Zuhaili, 1991:218).
Ayat di atas  sebenarnya ditujukan kepada Rosulullah saw., namun dalam
Kapasitas beliau sebagai pendidik umat maka ayat tersebut sangat berhubungan dengan dunia pendidikan Islam pada umumnya.
Melihat dari terjemahan, asbab nuzul, dan salah satu mufasir mengenai ayat ini, secara sepintas memberikan asumsi kepada penulis bahwa ayat di atas berkenaan dengan salah satu komponen pendidikan, yaitu pendidik. Lebih khususnya, ayat di atas berkenaan dengan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pendidik.
Seorang guru yang merupakan salah satu komponen dalam sistem pendidikan Islam, diharapkan menjadi sosok pribadi yang memiliki sejumlah atribut kepribadian yang dapat menempatkan sebagai panutan, teladan serta orang yang mempengaruhi positif siswa didiknya. Sikap dan perilaku harus mencerminkan pribadi seorang muslim. Sebagaimana halnya Rasulallah saw, yang mampu menunjukan dengan sempurna Al-Qur’an sebagai jiwa dan akhlak beliau. Bahkan Allah SWT sendiri telah memberikan kesaksian atas keluhuran akhlak Rasulallah saw., melalui firman-Nya surat Al-Qalam ayat 4 :
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (R.H.A Soenarjo, dkk, 1990:960)

Dari hal-hal di atas, terdapat beberapa persoalan yang menarik untuk dikaji lebih mendalam lagi.
1.        Secara logika tuntutan pendidikan untuk melahirkan out put berupa siswa didik yang memiliki integritas kepribadian yang baik berarti pula tuntutan terhadap guru pendidik untuk memiliki sejumlah atribut kepribadian yang baik.
2.        Bahwa Islam sebagai ajaran yang luhur dan mulia, bukan hanya berisi tentang ajaran mengenai peribadatan ritual, melainkan juga dasar-dasar konsepsional tentang pendidikan, termasuk di dalamnya nash-nash yang berkaitan dengan sifat-sifat pendidik.
3.        Para cendikiawan muslim dengan didasarkan pada nash-nash Al-Qur’an dan hadits berhasil menurunkan disiplin Ilmu Pendidikan Islam.
Dalam hubungan ketiga hal di atas itulah sesuatu yang menarik untuk dikaji sebagai salah satu  bentuk penelitian ilmiah, yakni menggali konsep sifat pendidik dari nash Al-Qur’an dengan menggunakan Ilmu Pendidikan Islam sebagai pisau analisis. Dalam hal ini, nash yang akan digali adalah surat Al-An’am ayat 54.
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul disekitar topik tersebut antara lain bagaimana sifat guru yang dapat membantu lahirnya siswa didik yang berkepribadian baik? bagaiman tinjauan Ilmu Pendidikan Islam terhadap konsep sifat pribadi guru menurut Surat Al-An’am ayat 54 ?.
Dengan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk lebih lanjut meneliti dan menela’ah isi, kandungan dan penafsiran ayat tersebut dalam kaitannya dengan dunia pendidikan. Selanjutnya permasalahan ini penulis rumuskan dalam sebuah judul penelitian “Implikasi Paedagogis Al-Qur’an Surat Al-An’am Ayat 54 Tentang Sifat-sifat Pendidik”. (Analisis Ilmu Pendidikan Islam).

B.       Perumusan Masalah
Dengan  latar  belakang  yang  diuraikan  di atas,  dari  permasalahannya adalah bagaimana sifat-sifat yang mesti dimiliki oleh seorang pendidik untuk mencapai tujuan pendidikan, dengan berdasarkan pada ayat Al-Qur’an Surat Al-An’am ayat 54 dari permasalahan ini penulis uraikan ke dalam tiga rincian masalah, yaitu :
1.        Bagaiman penafsiran فقل سلم غفوررّحيـم, الرّحمـة,   dalam Al-Qur’an, Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 54 menurut penafsir ?
2.        Bagaimana penafsiran Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 54 menurut para mufasir dan esensinya ?
3.        Bagaimana analisis Ilmu Pendidikan Islam terhadap esensi QS Al-An’am ayat 54 tentang implikasi pedagogisnya ?
Selain mendasarkan pada rincian permasalahan yang terurai ke dalam beberapa pertanyaan di atas, supaya lebih mempertegas arah pemaparan penelitian ini dan supaya lebih spesifik permasalahannya juga untuk menghindari kesalah pahaman, kekaburan serta sikap verbalistik, penulis merasa perlu untuk mengungkapkan sejumlah istilah yang berkenaan dengan judul skripsi.
Kata implikasi berasal dari kata bahasa Inggris Implication, dapat bermakna : maksud, pengertian, tersimpul di dalamnya, secara keterlibatan (John M. Echlos, Hasan Shadily, 1995:313). Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1989:327), implikasi diartikan dengan keterlibatan sesuatu untuk mengambil manfaat dan kepentingan dari sesuatu itu.
Sedangkan  istilah  paedagogis  dapat  diartikan  sebagai  sesuatu yang ada kaitannya dengan pendidikan atau sesuatu yang bersifat mendidik (Ngalim Purwanto, 1995:12).  Jadi  maksud  keduanya  adalah sejauhmana keterlibatan Al-
Qur’an surat al-An’am ayat 54 dalam masalah pendidikan.
Kata sifat dalam bahasa aslinya dari bahasa Arab, artinya abstrak yang menempati, menempel pada suatu yang berjismis atau memiliki ukuran, kata sifat memiliki beberapa pengertian, diantaranya : Rupa dan keadaan yang tampak pada suatu benda. Peri keadaan yang menurut kodratnya ada pada suatu benda, tabiat, dasar, watak dan ciri. (Poerwadarminta, 1985:943).
Pendidik adalah orang yang melaksanakan tugas untuk membimbing peserta didik. Ahmad Tafsir (1994:74), dalam Islam, orang yang paling bertanggung jawab akan perkembangan anak didik adalah kedua orang tua anak didik. Sedangkan menurut Nur Uhbiyati (1997:70). Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohani agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan individu.

C.      Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :
1.        Untuk mengetahui  penafsiran فقل سلم غفوررّحيـم, الرّحمـة,   dalam Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 54 menurut penafsir ?
2.        Untuk mengetahui bagaimana penafsiran Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 54 menurut para mufasir dan esensinya ?
3.        Untuk mengetahui bagaimana analisis Ilmu Pendidikan Islam terhadap esensi QS Al-An’am ayat 54 tentang implikasi paedagogisnya ?
a.       Secara Teoritis :
1)        Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi bagi para pendidik tenteng tafsir Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 54.
2)        Hasil penelitian ini diharapkan menambah wawasan pemikir bagi para pendidik terutama mengenai sifat-sifat pendidik.
b.      Secara Praktis :
1)        Dapat memberikan petunjuk tentang makna dan isi kandungan Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 54 untuk dijadikan pedoman bagi para pendidik dalam melaksanakan tugasnya.
2)        Dapat memberikan gambaran tentang kandungan Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 54 bila dihubungkan dengan sifat-sifat pendidik.

D.      Kerangka Pemikiran
Pada dasarnya Islam mengajarkan agar pergaulan antar sesama dalam kehidupan sehari-hari dapat berjalan dengan baik, rukun dan damai. Oleh karena itu segala ajaran yang berhubungan denga akhlak pergaulan dilaksanakan. Sebaiknya segala hal yang dapat merusak pergaulan harus dijauhi.
Dalam hal ini Hamzah Ya’qub (1996:29) menyatakan bahwa Islam mengajarkan agar antara sesama umat (tetangga dalam masyarakat, di sekolah maupun di tempat lainnya) dibangun jembatan emas berupa kasih sayang mahabbah dan mawaddah. Karena itu idealnya pergaulan hidup manusia dengan sesamanya apalagi antar murid dengan murid atau murid dengan guru dalam suatu institusi  pendidikan formal sebagai pokok ajaran Islam  menduduki prioritas yang
utama wujud pengamalan agama. Proses pendidikan agama Islam idealnya dapat langsung menumbuhkan akhlak yang baik berupa menghormatan guru, menghargai teman dan memlihara kesucian jiwa dan lain sebagainya.
Al-Qur’an adalah firman Allah SWT berupa wahyu, dan merupakan pedoman hidup bagi setiap insan muslim yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut aqidah, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut syari’ah.
Ajaran-ajaran yang berkenaan dengan iman tidak banyak dibicarakan dalam Al-Qur’an, tidak sebanyak ajaran yang berkenaan dengan ajaran amal perbuatan. Ini menunjukan bahwa amal itulah yang paling banyak dilaksanakan, sebab semua amal perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Allah SWT, dengan dirinya sendiri, dengan manusia sesamanya (masyarakat), denga alam dan lingkungannya, dengan makhluk lainnya, termasuk dalam ruang lingkup amal shaleh (syari’ah). Istilah-istilah yang biasa digunakan untuk membicarakan ilmu tentang syari’ah ini ialah :
1)        Ibadah untuk perbuatan yang langsung berhubungan dengan Allah SWT,
2)        Muamalah untuk perbuatan yang langsung berhubungan dengan Allah SWT,
3)        Akhlak untuk tindakan yang menyangkut etika dan budi pekerti dalam pergaulan (Zakiyah Darajat, dkk, 1996:20).
Pendidikan  termasuk  ke  dalam  usaha  atau  tindakan untuk membentuk
manusia, termasuk ke dalam ruang lingkup muamalah. Pendidikan sangat penting karena ia ikut menentukan corak bentuk amal dan bentuk kehidupan manusia, baik pribadi maupun masyarakat.
Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik tidak akan terlepas dari persoalan penanaman nilai-nilai oleh seorang pendidik. Oleh karena itu pendidik dalam kondisi apapun tidak hanya sebagai pengajar, tetapi benar-benar sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai itu kepada anak didiknya. Dengan dilandasi nilai-nilai itu diharapkan anak didik tumbuh kesadaran dan kemampuannya untuk mempraktekan segala sesuatu ang sudah dipelajari.
Pendidik tidaklah dapat dipisahkan dari kehidupan setiap individu, baik sebagai makhluk individual, etnis maupun makhluk sosial. Tiap-tiap individu akan tumbuh dan berkembang cepat atau lambat dalam lingkungan yang terus berubah ditentukan antara lain oleh kemampuan pendidik memahami tujuan yang akan dicapainya, juga pemahaman keadaan anak didik yang dihadapi dengan latar belakangnya.
Al-Ghazali menyebutkan dalam kitabnya Ihya Ulumudin, mengenai keutamaan ilmu dan pendidikan. Diterangkan keutamaan ahli ilmu dan ulama dengan merujuk pada Al-Qur’an, sunah Nabi dan fatwa para filosof dan cendikiawan. Hal ini diulang-ulang oleh Al-Ghazali dalam rangka mengukuhkan ketinggian ulama, beliau mengatakan : ”Sebaik-baiknya makhluk di atas bumi ini adalah manusia dan sebaik-baiknya tubuh mannusia adalah hati. Sedang guru berusaha untuk menyempurnakan, membersihkan dan mengarahkan untuk mendekatkan  diri pada Allah ‘azza wajala.  Maka  mengajarkan ilmu adalah salah
satu bentuk ibadah dan termasuk memenuhi tugas kekhalifahan di bumi, bahkan merupakan tugas kekhalifahan yang paling utama. Allah SWT telah membukakan hati seorang yang pandai (alim) suatu pengetahuan yang merupakan sifat-Nya yang paling istimewa. Dengan demikian ia merupakan penyimpanan khazanah harta yang paling mulia (Fathiyah, 1990:18).
Denikian tinggi martabat dan orang yang berilmu juga orang yang mengajarkan ilmu itu. Allah SWT menemui secara langsung orang yang memiliki ilmu dengan firman-Nya :
.....Allah SWT akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat......” (R.H.A Soenarjo, dkk, 1990:911)

Namun demikian, ketinggian derajat ini harus ditunjang dengan akhlak yang baik. Karena walaupun seseorang berilmu tinggi tetapi akhlaknya buruk maka derajatnya tidak akan tinggi. Dalam sebuah hadits dikatakan :
الناس هلكى إلا العالمون, والعالمون هلكى إلاالعاملون والعالمون هلكى إلاالمخلصون, والمخلصون على خطر عظيم الحديث
 “Manusia itu celaka kecuali yang berilmu harus mau mengamalkan juga lkhlas dalam beramal, dan orang yang beramalpun celaka kecuali orang yang ikhlas, dan orang ikhlas pun ada dalam kekhawatiran yang besar”. (Hasan Al-Kafrawi, tt:104)

Hadits tersebut memberikan indikasi bahwa orang yang berilmu harus mau mengamalkan dengan ikhlas dan beramal. Hubungan dengan pendidik adalah bahwa pendidik merupakan seorang yang sedikit punya kelebihan ilmu dibanding yang  lain,  sehingga  ia pantas  memiliki  jabatan guru. Namun demikian, ia mesti
ikhlas dalam menjalankan tugasnya.
            Tidak hanya ikhlas saja yang harus dimiliki  seorang pendidik, melainkan maih banyak sifat yang mesti dimilikinya. Zakiyah Darajadjat menyebutkan ada delapan point akhlak yang dimiliki seorang pendidik, diantaranya : mencintai jabatan, bersikap adil, berlaku sabar, bewibawa, bergembira, manusiawi, bekerja sama dengan guru lain dan juga bekerja sama dengan masyarakat.
            Al-Ghazali (Fathiyah, 1990:43) berpendapat, seorang guru yang sempurna akalnya, terpuji budi pekertinya dan layak menjadi pengemban tugas guru secara umum harus memiliki sifat-sifat khusus atau menanggung tugas-tugas tertentu yang harus diemban. Kemudian beliau memperinci sifat-sifat yang harus dimiliki seorang guru ke dalam delapan point. Salah satu dari keelapan point tersebut beliau menyebutkan bahwa kerja mengajar dan membimbing adalah tugas seorang guru, maka sifat yang harus dimiliki adalah kasih sayang dan lemah lembut. Pergaulan murid dengan dirinya dan akan melahirkan sikap percaya pada diri sendiri dan rasa tentram bersama gurunya. Hal ini sangt membantu perolehan pengetahuan sebanyak-banyaknya.
            Dengan demikian sangatlah jelas bahwa bagi seorang guru di samping mempunyai keahlian dalam bidangnya, sebagaimana dikenal dengan kompensasi guru,   juga   harus  memiliki   sifat-sifat   yang   mendukung    akan   keberhasilan
pengajarannya itu.
           
E.       Langkah-langkah Penelitian
Prosedur penelitian yang akan ditempuh dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
1.        Menetukan jenis data
Penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, data yang dipergunakan adalah data lunak, yang berupa kata-kata, baik yang diperoleh dari wawancara, observasi, dan analisis dokumen. (Mohamad Ali, 1993:167).
Data yang dikumpulkan  penulis mencakup data-data tentang masalah yang akan dibahas yakni implikasi paedagogis Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 54 tentang sifat-sifat pendidik. Data ini meliputi jenis data untuk penafsiran, jenis data mengenai ilmu pendidikan yang berkaitan dengan masalah pembahasan, dan data-data sebagai penunjang dalam memberikan implikasi dan kesimpulan.
2.        Menetukan sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini data-data tertulis. Menurut Suharsimi Arikunto (1993:102) yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah objek dari mana data diperoleh.
Untuk jenis data yang berkaitan dengan masalah penafsiran, asbab nuzul sebagai berikut : Tafsir al-Manar (Rasyid Ridha), Tafsir Munir (Wahhab al-Zuhaeni), Tafsir Qosimi (Muhammad Jalaludin al-Qasimi), Aisar Tafasir (Abu Bakar al-zajani), Al-Tibyan Fii Tafsir Al-Qur’an (Abu Ja’far Muhamad Ibn Hasan), Tafsir al-Bahkrul Muhit (Muhamad Ibn Yusuf), Tafsir al-Mawardi, Sowal al-Tafsir (Muhamad Ali Asobuni).
Adapun untuk jenis data yang berkaitan dengan pembahasan sifat-sifat guru, penulis menggunakan sumber data dengan buku-buku ilmu pendidikan islam. Diantara buku-buku yang berjudul : Konsef Pendidikan Filosof Muslim (Drs. Busyairi Madjidi), Sistem Pendidikan Versi al-Ghazali (Fahiyah), Ilmu Pendidikan Dalam Pespektif Islam (Dr. Ahmad Tafsir), Pengantar Filsafat Pendidikan (Drs. Ahmad D. Marimba), Pengantar Ilmu Pendidikan Islam (Drs. Moh. Amin), sedangkan untuk jenis data mengenai implikasi paedagogis Al-Qur’an Surat Al-An’am ayat 54, penulis menggunakan sumber data dari tafsir yang bersangkutan dengan dan buku yang dapat menunjang, membantu dalam menganalisis pada pembahasan, salah satunya seperti Membumikan Al-Qur’an (M. Quraish Shihab), Tafsir bil Ma’tsur (Jalaludin Rahmat).
3.        Metode dan tehnik pengumpulan data
Metode adalah cara-cara atau langkah-langkah yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Winarno Surakhmad (1994:135) menyebutkan bahwa penelitian yang menggunakan metode deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, diantaranya dengan menuturkan, menganalisa dan mengklasifikasikan.
Adapun dalam tehnik mengumpulkan data, penulis menggunakan cara study kepustakaan dokumentasi yaitu suatu data mengenai hal-hal atau varibel berupa catatan, transkip, buku, majalah, dan lainnya (Arikunto, 1996:234)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar