Rabu, 15 Februari 2012

Pentingnya Ilmu Pengetahuan

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Islam adalah ilmu yang bersandar kepada ilmu pengetahuan yang cukup ,dan amal yang sempurna .Hal ini telah di buktikan oleh ulama islam dahilu-dahulu kala ,namun karena bumi beredar ,zaman beralih dan hari pun berganti ,maka pewaris –pewaris kedaulatan islam yang besar ,secara berangsur-angsur meninggalkan jejak danmenyimpang dari jalan yang telah dirintis oleh pahlawan-pahlawan islam yang berpedoman kepada kitabullah dan sunah Rasul-Nya,maka umat Islam tersesat dari jalan yang lempang . karena mereka pada umumnya tidak memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi .Mereka tidak mampu lagi menduduki martabat yang tinggi dan tidak sanggup lagi melaksanakan tugasnya yang mulia , mereka digantikan oleh orang-orang barat yang lebih mampu dan lebih cakap dari mereka .


Umat islam kini berguru pada bekas muridnya ,mereka menuntut ilmu pengetahuan dan teknologi dari dunia barat ,menuruti tingkah laku , pola berpikir dan tradisi orang barat itu . Bukankah ini suatu bukti yang nyata ,bahwa umat islam telah menyimpang dari kebenaran .Mereka lalai dari kewajibannya untuk memperhatikan dan menyelidiki apa yang telah diciptakan Allah dibumi dan dilangit maaupun diantara keduanya . Karena kebodohan ,musnahlah segala kesenangan dan kemewahan ,berganti dengan kesengsaraan dan kehinaan,
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari pada ilmu dan al-Quran?
b. Apa pengertian dari agama?
c. Bagaimana hubungan antara ilmu dengan agama?
1.3. Tujuan Masalah
a. Ingin mengetahui definisi dari pada ilmu dan Al-Quran.
b. Ingin mengetahui definisi dari pada Agama.
c. Ingin mengetahui bagai mana hubungan antara ilmu dengan agama.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab "Alima"[1] yang bererti mengetahui atau perbuatan yang bertujuan untuk mengetahui tentang sesuatu dengan sebenarnya. Menurut Bahasa Inggris pula ilmu umumnya diartikan sebagai sains. Perkataan ilmu pada hakikatnya seringkali dikaitkan atau sinonim dengan pengetahuan. Ini kerana pada hakikatnya ilmu dan pengetahuan mempunyai arti yang sama walaupun mungkin berbeda dari segi penggunaannya. Perkataan ilmu biasanya ditemui dalam bahasa yang lebih khusus dan bersistem manakala perkataan pengetahuan hanyalah untuk masalah umum saja.
Ilmu dari segi Istilah adalah Segala pengatahuan atau kebenaran tentang sesuatu yang datang dari Allah SWT yang diturunkan kepada Rasul-rasul-Nya dan alam ciptaannya termasuk manusia yang memiliki aspek lahiriah dan batiniah.
Dalam zaman moderen ini pengertian ilmu telah disempitkan kepada pengetahuan maklumat dan kemahiran saja. Dalam pengertian negara-negara barat, ilmu hanyalah merujuk kepada pengenalan atau persepsi yang jelas tentang fakta. Fakta pula merujuk kepada perkara-perkara yang boleh ditanggapi oleh pancaindera yang nampak dan bersifat empiris.
Islam telah menghimpun antara agama dan ilmu. Tidak ada pertentangan antara agama dan ilmu kerana dalam Islam, agama itu sendiri adalah ilmu dan ilmu adalah agama. Ilmu menurut perspektif Islam dekenali sebagai sifat, proses dan hasil. Manakala istilah ilmu dalam Islam merangkumi pelbagai perkara iaitu Al-Quran, Syariah, Sunnah, Iman, Ilmu Kerohanian, Hikmah, Ma’rifat, Pemikiran, Sains dan Pendidikan.
Ilmu merupakan teras dalam sistem agama Islam dan menduduki tempat yang tertinggi. Penekanan kepada ilmu dalam ajaran Islam jelas terdapat di dalam Al-Quran dan Al-Sunnah. Penekanan kepada pembacaan sebagai aset terpenting dalam usaha menimba keilmuan dan pengiktirafan Allah SWT sebagai sumber tertinggi ilmu pengetahuan manusia sebagaimana wahyu yang terawal yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad SAW.
Ilmu pengetahuan merupakan syarat terpenting bagi pembangunan bangsa yang kuat dan dihormati. Setiap perkara di dunia ini harus disandarkan kepada ilmu seperti iman dan perkara keagamaan, ekonomi, politik, sosial, dan sebagainya.

2.2 Manfaat Ilmu
Sejarah telah membuktikan bahwa kemajuan sesuatu bangsa di dunia ini berkaitan erat dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang terdapat pada sesuatu bangsa. Ini kerana ilmu akan mengangkat derajat seseorang atau sesuatu bangsa itu ke arah kemuliaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Kepentingan ilmu ini telah diakui sendiri oleh Rasulallah SAW melalui wahyu dan ilham yang disampaikan kepada baginda yang mana ilmu sangat penting untuk kemajuan sesuatu bangsa.
Dengan ilmu pengetahuan akan membawa manusia ke arah kebahagian hidup di dunia dan di akhirat serta memberikan kekuatan ketika dalam kesusahan dan ketika berhadapan dengan musuh. Ilmu agama atau ilmu yang terdapat dalam Al-Quran dan Al-sunnah akan menjadi benteng yang dapat mencegah seseorang itu dari melakukan perkara-perkara yang dilarang oleh syariat, dapat menolak kejahilan dan kebodohan sama ada dalam perkara agama atau dalam mengejar kebendaan duniawi. Berbagai jenis ilmu yang dituntut seperti ilmu kedokteran, ilmu pertanian, dan sebagainya yang dapat membantu kemaslahatan hidup manusia di dunia. Orang yang berilmu dapat mendekatkan dirinya dengan Allah kerana ilmu merupakan jalan menuju kebahagian di akhirat. Di antara kepentingan-kepentingan ilmu dapat dijelaskan di sini ialah :
1)  Ilmu dapat membentuk keperibadian yang baik dan menjadikan seseorang itu bertaqwa dan cinta Allah SWT dan Rasul-Nya. Firman Allah dalam l-Quran yang bermaksud : "Sesungguhnya yang takutkan Allah daripada hambanya ialah orang-orang yang berilmu" (al-Fathur: 28)
2)  Ilmu dapat meninggikan dan membedakan taraf dikalangan manusia. Firman Allah SWT yang artinya: "Katakanlah adakah sama orang-orang berilmu dengan orang yang tidak berilmu? Sesungguhnya mereka yang mendapat peringatan dan petunjuk hanyalah di kalangan hambanya yang berilmu dan bijaksana" (al-Zumar : 9)
3) Ilmu dapat mengangkat derajat seseorang kepada derajat yang tinggi di sisi Allah dan masyarakat. Firman Allah yang bermaksud : "Allah mengangkat beberapa derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan" (al-Mujadalah : 11 )
4) Dengan ilmu manusia dapat menjalankan tugas ibadah dan dapat melaksanakan peranan sebagai khalifah Allah di muka bumi.

2.3 Kedudukan Ilmu
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu pengetahuan walaupun sampai ke negeri Cina, tiada satu agama atau ajaran di dunia ini sejak dahulu hingga sekarang yang dapat menandingi Islam dari segi pengutamaan ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dibuktikan melalui wahyu pertama yang diturunkan kepada Rasullah SAW yang menitikberatkan ilmu pengetahuan. Firman Allah dalam surah Al-Alaq ayat 1 - 5 yang artinya :
"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan (sekalian makhluk). Ia telah menciptakan manusia daripada segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu amat pemurah. Yang mengajarkan (menulis) dengan pena. Yang mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tiada diketahuinya".
Kesimpulan dari ayat tersebut adalah
a) Allah SWT memerintahkan manusia untuk membaca sebagai proses pengenalan, pengamatan, pengingatan dan pemikiran.
b) Allah SWT memerintahahkan manusia supaya berfikir tentang kejadian alam yang mana segala tanda-tanda yang ada pada kejadian alam adalah sumber ilmu pengetahuan.
Islam adalah agama yang mementingkan ilmu pengetahuan, dan Islam juga mewajibkan supaya umatnya menuntut ilmu.
Adapun dalil-dalil yang menekankan kewajiban menuntut ilmu yaitu:
a) Sabda Rasulallah SAW yang artinya "menuntut ilmu menjadi kewajiban atas setiap umat Islam"
b) Sabda Rasulallah SAW yang artinya "Tuntutlah ilmu dari dalam buaian hingga ke liang lahad".
c) Sabda Rasulallah SAW yang artinya "Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina".
Ilmu pengetahuan juga dapat dikaitkan dengan ibadah karena menuntut ilmu merupakan ibadah yang diberi pahala oleh Allah SWT. Banyak dalil dari Al-Quran dan hadits yang menceritakan tentang kelebihan menuntut ilmu diantaranya :
a) Firman Allah SWT yang artinya : "Barangsiapa yang memudahkan satu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah SWT akan memudahkannya satu jalan menuju ke Syurga".
b) Sabda Rasullalah SAW yang artinya : " Ilmu itu ibarat gudang dan anak kuncinya adalah pertanyaan, dari itu bertanyalah! sesungguhnya setiap kali ada yang bertanya, ada 4 golongan yang diberi pahala iaitu : yang bertanya, yang ditanya, yang mendengar dan yang mengintai mereka."
c) Sabda Rasullah yang bermaksud : " Sekiranya anda keluar ada waktu pagi untuk memepelajari satu bab dari ilmu adalah lebih baik daripada anada solat 100 rakaat".
d) Firman Allah yang bermaksud :" Diangkat oleh Allah orang yang beriman daripada kamu dan orang-orang yang berilmu dengan beberapa darjat".
2.4. Hubungan antara ilmu dan agama
Menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan[2]. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (aqidah fikriyah) bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macamilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan.
Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam)sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari[3]. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur,bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek, jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam 1 menit bisa dilakukan sekitar 7000 tusukan jarum jahit. Bandingkan kalau kita menjahit dengan tangan, hanya bisa 23 tusukan per menit (Qardhawi, 1997). Dahulu Ratu Isabella (Italia) di abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar penemuan benua Amerika oleh Columbus (?). Lalu di abad XIX Orang Eropa perlu 2 minggu untuk memperoleh berita pembunuhan Presiden Abraham Lincoln. Tapi pada 1969, dengan sarana komunikasi canggih, dunia hanya perlu waktu 1,3 detik untuk mengetahui kabar pendaratan Neil Amstrong di bulan (Winarno, 2004). Dulu orang naik haji dengan kapal laut bisa memakan waktu 17-20 hari untuk sampai ke Jeddah. Sekarang dengan naik pesawat terbang, kita hanya perlu 12 jam saja. Tapi di sisi lain, tak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945.Pada tahun 1995, Elizabetta, seorang bayi Italia, lahir dari rahim bibinya setelah dua tahun ibunya (bernama Luigi) meninggal. Ovum dan sperma orang tuanya yang asli, ternyata telah disimpan dan kemudian baru dititipkan pada bibinya, Elenna adik Luigi (Kompas, 16/01/1995). Bayi tabung di Barat bisa berjalan walau pun asal usul sperma dan ovumnya bukan dari suami isteri (Hadipermono, 1995). Bioteknologi dapat digunakan untuk mengubah mikroorganisme yang sudah berbahaya, menjadi lebih berbahaya, misalnya mengubah sifat genetik virus influenza hingga mampu membunuh manusia dalam beberapa menit saja(Bakry, 1996). Kloning hewan rintisan Ian Willmut yang sukses menghasilkan domba kloning bernama Dolly, akhir-akhir ini diterapkan pada manusia (human cloning). Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologiinternet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime)dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian.
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin? Sejauh manakah agama Islam dapat berperan dalam mengendalikan perkembangan teknologi modern? Tulisan ini bertujuan menjelaskan peran Islam dalam perkembangan dan pemanfaatan teknologi
tersebut.
Untuk memperjelas, akan disebutkan dulu beberapa pengertian dasar. Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah (scientificmethod) (Jujun S. Suriasumantri, 1992). Sedang teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari (Jujun S. Suriasumantri,1986). Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek (Agus, 1999). Agama yang dimaksud di sini, adalah agama Islam yaitu agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, untuk mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya (dengan aqidah dan aturan ibadah)hubungan manusia dengan dirinya sendiri (dengan aturan akhlak, makanan, dan pakaian), dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (dengan aturan muamalah dan uqubat/sistem pidana) (An-Nabhani, 2001).
Bagaimana hubungan agama dan iptek? Secara garis besar, ber
dasarkan tinjauan ideologi yang mendasari hubungan keduanya, terdapat 3 (tiga) jenis paradigma (Lihat Yahya Farghal, 1990:99-119)[4] :
Pertama, paradagima sekuler, yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek adalah terpisah satu sama lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme Barat, agama telah dipisahkan dari kehidupan (fashl al-din =91 an al-hayah). Agama tidak dinafikan eksistensinya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan pribadi manusia dengan tuhannya. Agama tidak mengatur kehidupan umum/publik.Paradigma ini memandang agama dan iptek tidak bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya. Agama dan iptek sama sekali terpisah baik secara ontologis (berkaitan dengan pengertian atau hakikat sesuatu hal), epistemologis (berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologis (berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan).
Paradigma ini mencapai kematangan pada akhir abad XIX di Barat sebagai jalan keluar dari kontradiksi ajaran Kristen (khususnya teks Bible) dengan penemuan ilmu pengetahuan modern. Semula ajaran Kristen dijadikan standar kebenaran ilmu pengetahuan. Tapi ternyata banyak ayat Bible yang Contohnya,menurut ajaran gereja yang resmi, bumi itu datar seperti halnya meja dengan empat sudutnya. Padahal faktanya, bumi itu bulat berdasarkan penemuanilmu pengetahuan yang diperoleh dari hasil pelayaran Magellan. Dalam Bible dikatakan.
Kemudian daripada itu, aku melihat empat malaikat berdiri pada keempat penuru angin bumi dan mereka menahan keempat angin bumi, supaya jangan ada angin bertiup di darat, atau di laut, atau di pohon-pohon. (Wahyu-Wahyu).
Kalau konsisten dengan teks Bible, maka fakta sains bahwa bumi bulat tentu harus dikalahkan oleh teks Bible (Adian Husaini, Mengapa Barat Menjadi Sekular-Liberal, www.insistnet.com). Ini tidak masuk akal dan problematis. Maka, agar tidak problematis, ajaran Kristen dan ilmu pengetahuan akhirnya dipisah satu sama lain dan tidak boleh saling intervensi.
Kedua, paradigma sosialis, yaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang menafikan eksistensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada, dus, tidak ada hubungan dan kaitan apa pun dengan iptek. Iptek bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini mirip dengan paradigm sekuler di atas, tapi lebih ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu tidak dinafikan keberadaannya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan vertikal manusia-tuhan. Sedang dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada (inexist) dan dibuang sama sekali dari kehidupan.
Paradigma tersebut didasarkan pada pikiran Karl Marx yang ateis dan memandang agama (Kristen) sebagai candu masyarakat, karena agama menurutnya membuat orang terbius dan lupa akan penindasan kapitalisme yang kejam. Karl Marx mengatakan :
Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of the heartle world, just as it is the spirit of a spiritless situation. It is the opi
um of the people.
(Agama adalah keluh-kesah makhluk tertindas, jiwa dari suatu dunia yang tak berjiwa, sebagaimana ia merupakan ruh/spirit dari situasi yang tanpa ruh/spirit. Agama adalah candu bagi rakyat) [Lihat Karl Marx,Contribution to The Critique of Hegel Philosophy of Right termuat dalam On Religion, 1957:141-142) (Ramly, 2000:165-166)
Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan iptek. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan dalam paradigma sosialis didasarkan pada ide dasar materialisme, khususnya Materialisme Dialektis (Yahya Farghal, 1994:112). Paham Materialisme Dialektis adalah paham yang memandang adanya keseluruhan proses perubahan yang terjadi terus menerus melalui proses dialektika, yaitu melalui pertentangan-pertentangan yang ada pada materi yang sudah mengandung benih perkembanganitu sendiri (Ramly, 2000:110).
Ketiga, paradigma Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam Al-Qur`an dan Al-Hadits menjadi qaidah fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia (An-Nabhani, 2001).
Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannyaberdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun (artinya) :
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.
Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah Islam (Al-Qashash, 1995:81).
Paradigma Islam ini menyatakan bahwa, kata putus dalam ilmu pengetahuan bukan berada pada pengetahuan atau filsafat manusia yang sempit, melainkan berada pada ilmu Allah yang mencakup dan meliputi segala sesuatu (Yahya Farghal, 1994:117). Firman Allah SWT (artinya) :
Dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu. (QS An-Nisaa` [4] : 126)
Dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.
(QS Ath-Thalaq [65] : 12)
Itulah paradigma yang dibawa Rasulullah SAW (w. 632 M) yang meletakkan Aqidah Islam yang berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah sebagai asas ilmu pengetahuan[5]. Beliau mengajak memeluk Aqidah Islam lebih dulu, lalu setelah itu menjadikan aqidah tersebut sebagai pondasi dan standar bagi berbagai pengetahun. Ini dapat ditunjukkan misalnya dari suatu peristiwa ketika di masa Rasulullah SAW terjadi gerhana matahari, yang bertepatan dengan wafatnya putra beliau (Ibrahim). Orang-orang berkata.Gerhana matahari ini terjadi karena meninggalnya Ibrahim.Maka Rasulullah SAW segera menjelaskan :
Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang, akan tetapi keduanya termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah. Dengannya Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya (HR. Al-Bukhari dan An-Nasa`i) (Al-Baghdadi, 1996:10
Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah SAW telah meletakkan Aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa fenomena alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungannya dengan nasib seseorang. Hal ini sesuai dengan aqidah muslim yang tertera dalam Al-Qur`an (artinya) :
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal.(QS Ali =Imran [3] :190)
Inilah paradigma Islam yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek. Itulah hasil dan prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan iptek Dunia Islam antara tahun 700 - 1400 M. Pada masa inilah dikenal nama Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia termasyhur, Al-Khawarzmi (w. 780) sebagai ahli matematika dan astronomi, Al-Battani (w. 858) sebagai ahli astronomi dan matematika, Al-Razi (w. 884) sebagai pakar kedokteran, ophtalmologi, dan kimia, Tsabit bin Qurrah (w. 908) sebagai ahli kedokteran dan teknik, dan masih banyak lagi (Tentang kejayaan iptek Dunia Islam lihat misalnya M. Natsir Arsyad, 1992; Hossein Bahreisj, 1995; Ahmed dkk, 1999; Eugene A. Myers 2003; A. Zahoor, 2003; Gunadi dan Shoelhi, 2003).
2.5. Pengertian Al-Quran
Al-Quran berasal dari kata Qara’a (قرأ) memiliki erti mengumpulkan dan menghimpun[6]. Qira’ah (قراءة) bererti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata dalam satu ungkapan kata yang indah. Al-Quran asalnya sama dengan qira’ah, iaitu akar kata (masdar) daripada qara’a, qira’atan wa qur’anan .Sebahagian ulama berpendapat, kata al-Quran itu pada asalnya tidak berkhamzah, mungkin kerana ia dijadikan sebagai satu nama bagi sesuatu wahyu yang diturunkan kepada Nabi s.a.w. bukan yang diambil daripada qara’a, atau mungkin juga kerana ia berasal daripada kata qurina asy-syai’u bisy-syai’i (بالشىء الشىء قرن) yang bererti membandingkan sesuatu dengan lainnya, atau juga berasal dari kata qara’in (قرائن), kerana ayat-ayatnya saling menyerupai. Maka bererti huruf nun yang ada di akhir kalimat itu tulen. Namun pendapat ini masih dianggap kurang sahih, yang sahih adalah pendapat yang pertama.
Al-Quran memang sulit apabila diartikan dengan definisi-definisi secara akal yang memiliki berbagai jenis, bagian-bagian dan ketentuan-ketentuannya yang khas, yang mana dengannya penta’rifannya dapat diartikan secara tepat. Tetapi harus dihadirkan dalam fikiran atau realiti yang dapat dirasa, misalnya anda memberikan isyarat mengenainya dengan sesuatu yang tertulis dalam mushaf atau yang terbaca dengan lisan, lalu anda katakan al-Quran adalah apa yang ada diantara dua kitab, atau anda katakan al-Quran adalah yang berisi perkataan bismillahhirrahmanirrahim, Alhamdulillah…(al-fatihah) hingga min al-jinnati wa an-nas, dalam surah an-nas.
Para ulama’ menyebutkan definisi yang khas, berbeza dengan lainnya bahawa al-Quran adalah kalam Allah atau firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dengan lafadz dan makna yang membacanya menjadi suatu ibadah. Maka kata “kalam” yang termaktub dalam ta’rif tersebut merupakan kelompok jenis yang mencakupi seluruh jenis kalam. Ia disebut kalamullah sebab disandarkan kepada Allah yang menunjukkan secara khas sebagai firman-Nya, bukan kalam (kata-kata) manusia, jin dan malaikat.
Kalimat “al-munazzal” (المنزل) (yang diturunkan), berarti tidak termasuk kalam-Nya yang sudah khas menjadi milikNya.
2.6. Pengertian Agama
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata agama. Namun akan sedikit sulit mendefenisikan pengertian agama itu sendiri. Hal tersebut diakui sendiri oleh Mukti Ali, salah seorang pakar ilmu perbandingan agama di Indonesia yang mengatakan; “Barangkali tak ada kata yang paling sulit diberikan pengertian dan defenisi selain dari kata agama.”
Menurut Mukti Ali[7], terdapat tiga argumentasi yang dapat dijadikan alasan dalam menanggapi statemen tersebut. Pertama karena pengalaman agama adalah soal batin dan subjektif. Kedua barangkali tidak ada orang yang begitu semangat dan emosional daripada membicarakan agama. Karena itu, membahas arti agama selalu dengan emosi yang kuat dan yang ketiga konsepsi tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian agama. Mohammad Natsir pernah mengatakan agama adalah hal yang disebut sebagai problem of ultimate concern, suatu problem kepentingan mutlak, yang berarti jika seseorang membicarakan soal agamanya maka ia tidak dapat tawar menawar. Namun begitu bukan berarti agama tidak dapat diberikan pengertian secara umum. Dalam memberikan defenisi tersebut, para ahli menempuh beberapa cara; Pertama dengan menggunakan analisis etimologis, yaitu menganalisis konsep bawaan dari kata agama atau kata lainnya yang digunakan dalam arti yang sama. Kedua, analisis deskriptif, menganalisis gejala atau fenomena kehidupan manusiasecara nyata.
Berbicara mengenai agama maka terdapat tiga padanan kata yang semakna dengannya yaitu religi, al-din dan agama. Walaupun sebagian pendapat ada yang mengatakan bahwa ketiganya berbeda satu sama lainnya seperti pendapat Sidi Gazalba dan Zainal Arifin Abbas[8] yang mengatakan al-din lebih luas pengertiannya daripada religi dan agama. Agama dan religi hanya berisi hubungan manusia dengan Tuhan saja sedangkan al-din berisi hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan manusia. Sedangkan menurut Zainal Arifin Abbas, kata al-din (memakai awalan al-ta’rif) hanya ditujukan kepada Islam saja.
Sedangkan pendapat yang mengatakan ketiga kata diatas mempunyai makna sama seperti pendapat Endang Saifuddin Anshari dan Faisal Ismail. Perbedaan hanya terletak pada segi bahasanya saja. Kemudian secara etimologis agama berasal dari bahasa sanskerta, masuk dalam perbendaharaan bahasa Melayu (nusantara) dibawa oleh agama Hindu dan Budha. Pendapat yang lebih ilmiah, agama berarti jalan. Maksudnya jalan hidup atau jalan yang harus ditempuh oleh manusia sepanjang hidupnya atau jalan yang menghubungkan antara sumber dan tujuan hidup manusia, atau jalan yang menunjukkan darimana, bagaimana dan hendak kemana hidup manusia di dunia ini.
Religi berasal dari kata religie (bahasa Belanda) atau religion (bahasa Inggris), masuk dalam perbendaharaan bahasa Indonesia dibawa oleh orang-orang Barat yang menjajah bangsa Indonesia. Religi mempunyai pengertian sebagai keyakinan akan adanya kekuatan gaib yang suci, menentukan jalan hidup dan mempengaruhi kehidupan manusia yang dihadapi secara hati-hati dan diikuti jalan dan aturan serta norma-normanya dengan ketat agar tidak sampai menyimpang atau lepas dari kehendak jalan yang telah ditetapkan oleh kekuatan gaib suci tersebut.
Din berasal dari bahasa Arab yang berarti undang-undang atau hukum yang harus ditunaikan oleh manusia dan mengabaikannya berarti hutang yang akan dituntut untuk ditunaikan dan akan mendapat hukuman atau balasan jika ditinggalkan.
Dari etimologis ketiga kata di atas maka dapat diambil pengertian bahwa agama (religi, din): (1) merupakan jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia untuk mewujudkan kehidupan yang aman, tentram dan sejahtera; (2) bahwa jalan hidup tersebut berupa aturan, nilai atau norma yang mengatur kehidupan manusia yang dianggap sebagai kekuatan mutlak, gaib dan suci yang harus diikuti dan ditaati. (3) aturan tersebut ada, tumbuh dan berkembang bersama dengan tumbuh dan berkembangnya kehidupan manusia, masyarakat dan budaya.
Secara terminologi dalam ensiklopedi Nasional Indonesia, agama diartikan aturan atau tata cara hidup manusia dengan hubungannya dengan tuhan dan sesamanya. Dalam al-Qur’an agama sering disebut dengan istilah din. Istilah ini merupakan istilah bawaan dari ajaran Islam sehingga mempunyai kandungan makna yang bersifat umum dan universal. Artinya konsep yang ada pada istilah din seharusnya mencakup makna-makna yang ada pada istilah agama dan religi.
Konsep din dalam Al-Qur’an diantaranya terdapat pada surat Al-Maidah ayat 3 yang mengungkapkan konsep aturan, hukum atau perundang-undangan hidup yang harus dilaksanakan oleh manusia. Islam sebagai agama namun tidak semua agama itu Islam. Surat Al-Kafirun ayat 1-6 mengungkapkan tentang konsep ibadah manusia dan kepada siapa ibadah itu diperuntukkan. Dalam surat As-Syura ayat 13 mengungkapkan din sebagai sesuatu yang disyariatkan oleh Allah. Dalam surat As-Syura ayat 21 Din juga dikatakan sebagai sesuatu yang disyariatkan oleh yang dianggap Tuhan atau yang dipertuhankan selain Allah. Karena din dalam ayat tersebut adalah sesuatu yang disyariatkan, maka konsep din berkaitan dengan konsep syariat. Konsep syariat pada dasarnya adalah “jalan” yaitu jalan hidup manusia yang ditetapkan oleh Allah. Pengertian ini berkembang menjadi aturan atau undang-undang yang mengatur jalan kehidupan sebagaimana ditetapkan oleh Tuhan. Pada ayat lain, yakni di surat Ar-Rum ayat 30, konsep agama juga berkaitan dengan konsep fitrah, yaitu konsep yang berhubungan dengan penciptaan manusia.
2.7 Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek
Inilah peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW.
Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram.Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam.
Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.
Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari Al-Qur`an dan Al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok ukur Al-Qur`an dan Al-Hadits dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya (Al-Baghdadi, 1996:12).
Jika kita menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek, bukan berarti bahwa ilmu astronomi, geologi, agronomi, dan seterusnya, harus didasarkan pada ayat tertentu, atau hadis tertentu. Kalau pun ada ayat atau hadis yang cocok dengan fakta sains, itu adalah bukti keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu (lihat QS An-Nisaa` [4] :126 dan QS Ath-Thalaq [65] :12), bukan berarti konsep iptek harus bersumber pada ayat atau hadis tertentu. Misalnya saja dalam astronomi ada ayat yang menjelaskan bahwa matahari sebagai pancaran cahaya dan panas (QS Nuh [71] : 16), bahwa langit (bahan alam semesta) berasal dari asap (gas) sedangkan galaksi-galaksi tercipta dari kondensasi (pemekatan) gas tersebut (QS Fushshilat [41] : 11-12), dan seterusnya. Ada sekitar 750 ayat dalam Al-Qur`an yang semacam ini (Lihat Al-Baghdadi, 2005:113). Ayat-ayat ini menunjukkan betapa luasnya ilmu Allah sehingga meliputi segala sesuatu, dan menjadi tolok ukur kesimpulan iptek, bukan berarti bahwa konsep iptek
wajib didasarkan pada ayat-ayat tertentu.
Jadi, yang dimaksud menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber kepada Al-Qur`an dan Al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada Al-Qur`an dan Al-Hadits. Ringkasnya, Al-Qur`an dan Al-Hadits adalah standar (miqyas) iptek, dan bukannya sumber (mashdar) iptek. Artinya, apa pun konsep iptek yang dikembangkan,harus sesuai dengan Al-Qur`an dan Al-Hadits, dan tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur`an dan Al-Hadits itu. Jika suatu konsep iptek bertentangan dengan Al-Qur`an dan Al-Hadits, maka konsep itu berarti harus ditolak.
Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun berevolusi melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi manusia modern sekarang. Berarti, manusia sekarang bukan keturunan manusia pertama, Nabi Adam AS, tapi hasil dari evolusi organisme sederhana. Ini bertentangan dengan firman Allah SWT yang menegaskan, Adam AS adalah manusia pertama, dan bahwa seluruh manusia sekarang adalah keturunan Adam AS itu, bukan keturunan makhluk lainnya sebagaimana fantasi Teori Darwin(Zallum, 2001). Firman Allah SWT (artinya) :
(Dialah Tuhan) yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menciptakan keturunannya dari sari pati air yang hina (mani). (QS As-Sajdah [32] : 7)
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.(QS Al-Hujuraat [49] : 13)
Implikasi lain dari prinsip ini, yaitu Al-Qur`an dan Al-Hadits hanyalah standar iptek, dan bukan sumber iptek, adalah bahwa umat Islam boleh mengambi iptek dari sumber kaum non Smuslim (orang kafir). Dulu Nabi SAW menerapkan penggalian parit di sekeliling Madinah, padahal strategi militer itu berasal dari tradisi kaum Persia yang beragama Majusi. Dulu Nabi SAW juga pernah memerintahkan dua sahabatnya memepelajari teknik persenjataan ke Yaman, padahal di Yaman dulu penduduknya adalah Ahli Kitab (Kristen). Umar bin Khatab pernah mengambil sistem administrasi dan pendataan BaitulMal (Kas Negara), yang berasal dari Romawi yang beragama Kristen. Jadi, selama tidak bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam, iptek dapat diadopsi dari kaum kafir.
2.8. Standar Pemanfaatan Iptek dalam Syariah Islam
Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek[9], adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.
Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah (artinya) :
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan (QS An-Nisaa` [4] : 65)
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya,(QS Al-raaf [7] : 3)
Sabda Rasulullah SAW :
Atasnya, maka perbuatan itu tertolak. (HR Muslim)
Kontras dengan ini, adalah apa yang ada di Barat sekarang dan juga negeri-negeri muslim yang bertaqlid dan mengikuti Barat secara membabi buta. Standar pemanfaatan iptek menurut mereka adalah manfaat, apakah itu dinamakan pragmatisme atau pun utilitarianisme. Selama sesuatu itu bermanfaat, yakni dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka ia dianggap benar dan absah untuk dilaksanakan. Meskipun itu diharamkan dalam ajaran agama.
Keberadaan standar manfaat itulah yang dapat menjelaskan, mengapa orang Barat mengaplikasikan iptek secara tidak bermoral, tidak berperikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai agama. Misalnya menggunakan bom atom untuk membunuh ratusan ribu manusia tak berdosa, memanfaatkan bayi tabung tanpa melihat moralitas (misalnya meletakkan embrio pada ibu pengganti), mengkloning manusia (berarti manusia bereproduksi secara a-seksual, bukan seksual), mengekploitasi alam secara serakah walaupun menimbulkan pencemaran yang berbahaya, dan seterusnya.
Karena itu, sudah saatnya standar manfaat yang salah itu dikoreksi dan diganti dengan standar yang benar. Yaitu standar yang bersumber dari pemilik segala ilmuyang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, yang amat mengetahui mana yang secarahakiki bermanfaat bagi manusia, dan mana yang secara hakiki berbahaya bagimanusia. Standar itu adalah segala perintah dan larangan Allah SWT yang bentuknya secara praktis dan konkret adalah syariah Islam
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ilmu dari segi Istilah : Segala pengatahuan atau kebenaran tentang sesuatu yang datang dari Allah s.w.t yang diturunkan kepada Rasul-rasulnya dan alam ciptaannya termasuk manusia yang memiliki aspek lahiriah dan batiniah.
Secara terminologi dalam ensiklopedi Nasional Indonesia, agama diartikan aturan atau tata cara hidup manusia dengan hubungannya dengan tuhan dan sesamanya. Dalam al-Qur’an agama sering disebut dengan istilah din. Istilah ini merupakan istilah bawaan dari ajaran Islam sehingga mempunyai kandungan makna yang bersifat umum dan universal. Artinya konsep yang ada pada istilah din seharusnya mencakup makna-makna yang ada pada istilah agama dan religi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat.
peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin? Sejauh manakah agama Islam dapat berperan dalam mengendalikan perkembangan teknologi modern? Tulisan ini bertujuan menjelaskan peran Islam dalam perkembangan dan pemanfaatan teknologi
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
http://khazalii.googlepages.com di akses pada tgl:23-12-2008 jam 20.30 wib
Ahmed, Shabir et.al. 1999. Islam dan Ilmu Pengetahuan. Bangil : Al-Izzah. Hal:31
Farghal, Hasan. 1994.Pokok Pikiran Tentang Hubungan Ilmu Dengan Agama Dalam AbdulHamid Abu Sulaiman. Permasalahan Metodologis Dalam Pemikiran Islam. Jakarta hal:68
Myers, Eugene A.2003. Zaman Keemasan Islam Para Ilmuwan Muslim dan Pengaruhnya , ibid ;Jakarta
Hal:62

Tidak ada komentar:

Posting Komentar